Rahasia Pria

Meskipun disebut sebagai “kepala keluarga” namun yang berperan utama dalam sebuah rumah tangga pada dasarnya adalah “ibu rumah tangga.” Ibarat sebuah mobil meskipun “kepala keluarga” yang menjadi supir, tapi sesungguhnya “ibu rumah tangga” lah yang menentukan arah.
Karena itu dapat dikatakan bahwa seperti apa sebuah keluarga atau rumah tangga ditentukan oleh karakter seorang ibu atau ibu rumah tangga. Jika dia adalah seorang ibu yang bijak maka keluarganya akan menjadi keluarga yang tentram, harmonis dan berbahagia, dan begitulah sebaliknya.
Mengapa saya mengatakan bahwa ibu rumah tanggalah yang memegang posisi yang sangat menentukan dalam keluarga?


Setidaknya ada dua argumen mengapa saya berkata demikian, pertama, karena pada dasarnya pria adalah “makhluk yang lemah” yang begitu mudah dikendalikan, sebaliknya wanita meskipun juga nampak lemah tetapi sangat sulit dikendalikan.

Coba perhatikan, jika dalam sebuah rumah tangga selalu terjadi pertengkaran, itu karena si suami tidak mau mengalah dan tidak ingin dikendalikan, bahkan mungkin justru ingin mengendalikan.

Kedua, pria mempunyai sifat alamiah yang selalu mencari kesalahan pasangannya sebagai alasan baginya untuk berbuat sesuatu yang negatif, seperti sebagai alasan baginya untuk selingkuh, malas dirumah, malas bicara, malas makan, marah-marah, dan sebagainya.

Saya telah perhatikan beberapa pasangan rumah tangga dibeberapa tempat seperti di Balikpapan, Jakarta dan Bandung, serta setelah memewancarai beberapa suami yang suka marah-marah, yang selingkuh dan jarang dirumah, mereka semua mengaku bahwa semuanya itu disebabkan oleh istri mereka yang selalu menjengkelkan seperti: mempertanyakan suatu yang sepele atau mempermasalahkan dan membesar-besarkan masalah yang sesungguhnya merupakan masalah yang sangat sederhana, istri yang suka ngomel, istri yang kurang perhatian atau lebih memperhatikan hal lain dibandingkan suaminya, intinya atau kesimpulannya mengapa seorang pria dalam artian seorang suami melakukan suatu yang negatif (umumnya terutama sesuatu yang dibenci oleh pasangannya) karena frustasi terhadap pasangannya yang tidak seperti “yang diidamkannya.”

Jika anda masih ragu-ragu bahkan tidak percaya dengan argumen saya diatas, baiklah disini saya coba menceritakan tentang kehidupan sebuah rumah tangga yang mungkin bisa mendukung pendapat saya tersebut.

Menjelang tiga tahun usia pernikahan, hampir setiap hari Julia bertengkar dengan suaminya, dan hampir dalam setiap pertengkaran suami Julia memukul Julia. Sebelum memutuskan untuk bercerai Julia coba menghubungi seorang temannya yang kebetulan sebagai seorang konsultan masalah rumah tangga.
Meskipun merasa sangat sulit untuk dipraktek namun Julia coba mengikuti saran temannya itu. Untuk itu ketika suami Julia pulang dari tempat kerja suatu sore, Julia berusaha mengubah sikapnya meskipun suaminya datang dengan marah-marah, bahkan pintu ditendang oleh suaminya sebelum masuk kedalam rumah.
Seperti yang disarankan oleh temannya, Julia berusaha tidak menyambut kemarahan suaminya itu dengan hati yang panas, sebaliknya Julia berkata dengan lemah lembut, meminta maaf kepada suaminya telah membuat dia marah, memijitnya dan menyediakan minum dan makanan dengan penuh semangat.
Julia berjuang keras untuk menjaga sikapnya agar nampak tetap tenang, tetap mencintai suaminya, sabar, tetap semangat, sangat peduli dengan hubungan mereka, manja, rajin mengerjakan pekerjaan dirumah meskipun suaminya itu selalu bersikap kasar kepadanya.

Hingga suatu ketika, entah karena penasaran dengan sikap Julia yang berubah total itu, si suami begitu pulang kerja langsung memeluk Julia, yang berdiri didepan pintu berusaha menyambut si suami, dengan mata lembab, si suami bertanya: “mengapa kamu begitu baik kepadaku, bukankah aku selalu berbuat jahat kepadamu? Apa yang menyebabkan kamu seperti ini sayang?” suaminya kembali memanggil “sayang” yaitu  sebuah kata panggilan kepada Julia yang telah lama hilang dari mulut suaminya itu.

“Tidak ada alasan lain, sayang” Julia menyahut dengan diiringi tetesan air mata, “aku sangat mencintaimu, aku telah memilih dan berjanji selalu mencintaimu, meski apapun yang terjadi, bukankah itu komitmen kita berdua dulu? Dan jika aku telah menemukan kembali komitmen itu, maka aku sangat berharap agar kamupun mau menemukannya juga yaitu dengan kembali mencintaiku, maukah sayang, aku mohon sayang!” Julia berkata dengan nada suara antara memelas dan manja.
Suaminya hanya terdiam namun semakin erat memeluk Julia, dan mulai saat itu, ketika si suami mulai belajar bersikap seperti Julia, maka suasana rumah tangga mereka berdua pun mulai berubah yaitu menjadi lebih tentram, harmonis dan menyenangkan.

Jelas disini bahwa si istrilah yang menjadi kunci, jika masalah-masalah dalam keluarga diungkapkan dalam bentuk omelan, saling menyalahkan, dibesar-besarkan, atau sebaliknya bersikap seperti tidak mau tau tentang masalah dalam keluarga, maka jangan harap ada keharmonisan dalam rumah tangga.


Kadang seorang suami tidak langsung marah, atau tidak berkata apa-apa bahkan nampak cuek dengan sikap si istri, tetapi mereka akan mulai bersikap ‘balas dendam’ yaitu mereka mulai mencari gara-gara, mulai dengan kelakuan yang dibenci oleh si istri.
Sikap pria dalam hal ini seorang suami, seperti telah disebutkan tadi, bisa dikatakan merupakan reaksi alamiah, karena hampir semua pria seperti itu. Mencari-mencari kesalahan pasangannya untuk menjadi alasan melakukan suatu yang tidak benar.

Saya tidak bermaksud untuk menuduh bahwa wanita atau seorang istri sebagai biang keladi masalah dalam keluarga, justru sebaliknya, saya berusaha menunjukkan bahwa “reaksi alamiah” yang seperti itu dari pria sesungguhnya merupakan titik lemah kaum pria dimana para pria bisa dikendalikan, tanpa menyebabkan mereka “frustasi”.

Meskipun semua pria suka dengan wanita yang sensasional bahkan ‘binal’ tetapi ketika ditanyakan tentang wanita idaman, hampir semua pria menginginkan istrinya adalah seorang wanita yang bijak, sederhana, sholeh dan bersahaja.


Bagaimana seorang istri bisa mengendalikan suaminya tanpa menyebabkan suaminya frustasi? Sangat sederhana, seorang istri harus bisa menampilkan karakter wanita idaman (bisa itu hanya dengan berpura-pura) yaitu seperti seorang wanita yang bijak, sederhana, penyabar, ramah, sholeh dan bersahaja.
Logikanya, ketika seorang pria merasa telah menemukan wanita idamannya, saya yakin dia akan sangat takut kehilangan wanita idaman itu, ketika dia merasa sangat takut kehilangan wanita idamannya maka saat itulah pria menjadi “makhluk yang sangat lemah” yang selalu tunduk untuk dikendalikan oleh wanita idamannya.
Saat seorang pria selalu tunduk dikendalikan seorang wanita, maka tidak akan pernah ada “reaksi alamiah” dari pria tersebut untuk melakukan hal-hal yang dibenci oleh pasangannya, sebaliknya selalu memaafkan kesalahan-kesalahan pasangannya.

Bagaimana menampilkan kesan wanita idaman didepan pria? Inilah sebenarnya sangat sulit, itu bukan perkara mudah, silakan baca postingan-postingan berikut dimana kita akan mendiskusikan semua itu lebih mendalam. * http://onpot.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment