Intropeksi Diri Bagian 1: Moral

Sepanjang pembahasan tentang intropeksi diri ini, kita akan memperbincangkan setidaknya tiga bagian dari intropeksi diri, dan dalam postingan ini kita akan fokus pada bagian moral, yaitu yang memang seharusnya menjadi pintu pertama ketika kita memasuki kedalam ruang intropeksi diri.

Sebagaimana telah disebutkan pada postingan sebelumnya, bahwa sama seperti kita berhias di depan cermin, kita mencari apa yang bisa kita "perbaiki" atau "modifikasi" pada diri kita agar kita bisa tampil maksimal (intropeksi bagian fisik), begitu juga kiranya aksi kita dalam intropeksi diri terhadap moral kita.


Sebagai orang yang beragama kita percaya bahwa intropeksi moral merupakan bagian dari kegiatan spiritual kita kepada Tuhan, karena hanya "Karakter Tuhan" lah yang paling sempurna menjadi cermin moral kita dan hanya Tuhan lah yang sangat mengerti bagaimana memberbaiki "kerusakan-kerusakan" atau "kelemahan-kelemahan" moral kita.

Ibarat kita memeriksa kendaraan sebelum kita menggunakannya, apakah remnya masih bagus, apakah lampunya masih menyala, apakah bannya masih kencang dan seterusnya, kita kadang hanya bisa mengetahui atau mendeteksi kerusakan-kerusakan pada kendaraan tersebut tetapi belum tentu kita bisa memperbaikinya, kadang hanya orang bengkel saja yang bisa menanganinya. Demikian juga dengan masalah moral kita bahwa hanya Tuhan bisa menyembuhkan kerusakan-kerusakan moral kita secara sempurna.

Mungkin anda protes: "saya ini orang baik (orang yang sangat bermoral) dan saya tidak membutuhkan Tuhan untuk urusan moral saya."

ITULAH MASALAH YANG SESUNGGUHNYA, ketika kita merasa tidak memerlukan Tuhan, maka kita pun merasa tidak perlu lagi intropeksi diri, lalu akibatnya? Renungkan sendiri, dan jika anda sungguh-sungguh merenungkannya saya yakin anda akan sependapat dengan saya.

Kita memerlukan Tuhan karena moral adalah soal 'pikiran kita' sementara kita tidak bisa mengendalikan pikiran kita, sebagai contoh: "saya ingin agar tidak ada pikiran-pikiran kotor di otak saya, tetapi saya tidak bisa mengendalikan pikiran saya untuk tidak memikirkan pikiran-pikiran kotor itu."

Itulah sebabnya mengapa ada banyak tindakan, sikap dan perkataan kita diluar pengendalian pemikiran kita "yang bermoral" atau dengan kata lain, kita dalam posisi "lupa diri" mengikuti "sifat mementingkan diri" contohnya untuk diri saya sendiri "saya tau bahwa berbohong tidak baik bahkan tidak bermoral, tetapi mengapa saya masih suka berbohong?"

Secara hati nurani saya tidak ingin melakukannya tetapi saya tidak bisa mengendalikan semuanya itu ketika saya berinteraksi dengan orang lain.

Jadi, sederhananya, intropeksi diri dalam hal moral sesungguhnya merupakan aksi untuk mengendalikan pikiran kita agar bekerja sesuai dengan hati nurani, dan untuk bisa mengendalikan pikiran kita, kita memerlukan intervensi Tuhan.

Bagaimana caranya? Akan kita bicarakan pada postingan berikutnya dengan judul: "Cara Mengendalikan Pikiran"  * http://onpot.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment