Front Pembela Islam



Jika seandainya diadakan survei atau polling sehubungan dengan ormas Front Pembela Islam (FPI), maka saya yakin paling sedikit 90 persen masyarakat non Muslim di Indonesia menilai bahwa FPI merupakan ormas anarkis dan penindas kaum minoritas.

Bisa jadi penilaian seperti itu dipengaruhi oleh pemberitaan di media massa, apalagi kadang berita-berita itu cendrung sudah menyodorkan kesimpulan “apakah FPI betul-betul membela Islam atau justru memperburuk citra Islam?”

Memang kita cendrung memperbincangkan FPI hanya berputar-putar pada aksi-aksi FPI, pedahal etisnya kita juga harus memperbincangkan tujuan aksi-aksi FPI itu, kita harus berwacana lebih jauh lagi kepada beberapa praduga:

(1) Apakah itu merupakan upaya untuk mencari perhatian masyarakat luas bahwa “kezholiman dan kemunkaran” ada dimana-dimana dan mengajak untuk menghindari dan melawannya;

(2) Sebagai protes terhadap pemerintah yang dianggap lalai dan toleran terhadap keberadaan “kezholiman dan kemunkaran” di Indonesia;

(3) Merupakan aksi yang tidak diorganisir dengan baik, sehingga aksi-aksi itu lebih cendrung merupakan luapan emosi bukan untuk mencapai solusinya, bukankah “kezholiman dan kemunkaran” bisa diatasi dengan cara “damai,” seperti menyita minuman keras tanpa harus ada pengrampasan? Menghentikan praktek prostitusi tanpa harus ada pemukulan atau yang disakiti? Menutup warung-warung yang buka pada bulan Ramadhan tanpa harus ada pengrusakan?

Secara pribadi dan dengan jujur saya berharap agar Front Pembela Islam benar-benar menjadi sebuah gerakan dengan kekuatan yang besar untuk melawan ”kezholiman dan kemunkaran” karena ”kezholiman dan kemunkaran” memang ada dan mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk menghancurkan akhlak bangsa ini, tetapi juga berharap jangan sampai Front Pembela Islam justru menjadi benteng yang kuat untuk menyembunyikan ‘kemunafikan,’ sebagai pasukan yang menyerang kebebasan kelompok minoritas, sebagai provokator untuk mengancam pemerintah.

Sehubangan munculnya aksi penolakan masyarakat Dayak Kalimantan Tengah akan keberadaan organisasi FPI disana, menurut saya, itu harus segera dijadikan sebagai referensi penggerak FPI untuk mengubah teknik dalam “penegakan amar ma´ruf nahi munkar” menjadi tanpa ancaman, tanpa emosi kemarahan, dan tanpa menyakiti.

Lalu gerakan seperti apakah jika “tanpa ancaman, tanpa emosi kemarahan, dan tanpa menyakiti” itu? Apakah ini akan membuat FPI akan sama saja seperti ormas Islam lain tanpa gerakan yang lebih nyata? (onpot.blogspot.com)
*Tulisan ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi

1 komentar:

Anonymous said...

Miris jg sh liat klakuan para anggota ormas FPI yg suka buat onar hnya krna prinsip amar ma'ruf nahi mungkar....kaya ga da cara lain z....jgn krn demokrasi....qt bbuat scara "crazy"...klo dh gtu....sma z FPI ma preman....

Post a Comment